Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mayat Dionggokkan Bawah Pohon Kemenyan

Kompas.com - 13/09/2010, 13:45 WIB

BANGLI, KOMPAS.com - Mayat yang diletakkan begitu saja di bawah pohon kemenyan tanpa dikubur di Desa Trunyan, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, Bali, tercatat tidak menentu dikunjungi wisatawan asing.       "Medan yang sangat jauh dan cukup menyeramkan, telah membuat kunjungan wisatawan asing ke kawasan wisata yang dikenal dengan setra (kuburan) keramat itu tidak menentu dikunjungi wisatawan," kata I Wayan Bona, tokoh masyarakat Desa Trunyan, di Bangli, Senin (13/9/2010).       Desa Trunyan yang terletak di bagian lereng sebuah bukit, selama ini hanya dapat dijangkau dengan menaiki kapal motor atau perahu menyeberangi bentangan Danau Batur dari Desa Kedisan.            Ia mengatakan, ketidakmenentuan itu terlihat dari frekuensi kapal motor yang menyeberangkan penumpang ke lokasi mayat di bawah pohon tersebut. "Kadang ada tiga kapal, kadang hanya satu saja, terkadang lagi tidak ada kunjungan," katanya.       Soal kunjungan wisatawan setiap harinya ke wisata "setra keramat" itu, kata I Wayan Bona, kalau dihitung dari jumlah kapal motor yang menyebrang, angka tertinggi sebanyak 27 orang setiap harinya.       "Setiap harinya ada tiga kapal menyebrang, dan satu kapal motor mengangkut penumpang sebanyak sembilan orang. Dengan demikian, seharinya paling tinggi dikunjungi 27 wisatawan," katanya.       Ia mengatakan, wisatawan yang berkunjung ke "setra keramat" itu biasanya naik perahu atau kapal motor dari Desa Kedisan, Kintamani, menempuh rute perjalanan menyeberangi Danau Batur selama 30 menit.       "Sebenarnya bisa juga lewat jalan darat, namun hal itu jarang dilakukan oleh wisatawan asing, karena medannya yang terlalu berat," ucapnya.       Kepala Desa Kedisan I Nyoman Gamayana mengatakan, untuk menyeberang ke "setra keramat" itu bisa mencarter kapal boat yang   harganya sekitar Rp 400 ribu pergi pulang. "Harga itu sudah termasuk asuransi," jelasnya.       Saat ini tercatat 40 unit kapal motor yang siaga di Desa Kedisan untuk melayani wisatawan yang akan menyebrang ke lokasi mayat yang sigeletakkan begitu saja di bawah pohon kemenyan.       "Pengelolaan kapal tersebut dilakukan dengan sistem koperasi. Untuk setiap kapal yang mendapat penumpang, dikenakan pungutan untuk kas desa sebesar Rp 5.000. Selain itu juga biaya untuk pengamanan tradisional ’pecalang’ sebesar Rp 13 ribu," ucapnya.       Biaya itu dipungut, kata Gamayana, setelah kapal boat mengangkut penumpang. "Kalau tidak dapat muatan, ya kami tidak pungut bayaran atas kapal yang siaga di Desa Kedisan," katanya menjelaskan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com